简体中文
繁體中文
English
Pусский
日本語
ภาษาไทย
Tiếng Việt
Bahasa Indonesia
Español
हिन्दी
Filippiiniläinen
Français
Deutsch
Português
Türkçe
한국어
العربية
Ikhtisar:Rupiah dan peso Filipina masing-masing turun sekitar 0,2%, sementara dolar Singapura dan baht Thailand melemah 0,1% terhadap dolar yang cenderung bergerak stabil.
Sebagian besar mata uang negara berkembang di Asia melemah terhadap dolar pada hari Rabu, karena pasar menunggu pertemuan Federal Reserve AS yang dapat menawarkan garis waktu yang lebih jelas untuk perubahan dari kebijakannya yang ultra-longgar.
Rupiah dan peso Filipina masing-masing turun sekitar 0,2%, sementara dolar Singapura dan baht Thailand melemah 0,1% terhadap dolar yang cenderung bergerak stabil.
Indikasi kapan Fed akan mulai mengurangi program pembelian obligasi dan menaikkan suku bunga akan menjadi kunci bagi investor dan bank sentral regional, serta komentarnya tentang percepatan inflasi yang disebut The Fed bersifat sementara.
“Bank-bank sentral di Asia tentu mengawasi dengan mata yang tajam. Setelah peta jalan The Fed keluar dengan lebih jelas, dan dampak pasar awal telah dicerna, itu akan membuka pintu untuk penyesuaian kebijakan di seluruh kawasan,” Frederic Neumann, co-kepala penelitian ekonomi Asia di HSBC seperti dikutip Reuters.
Bank sentral regional telah mempertahankan suku bunga pada rekor terendah dan mempertahankan kebijakan yang akomodatif tahun ini karena gelombang infeksi virus corona baru mengancam menghalangi rebound ekonomi yang berkelanjutan.
Tapi di saat Bank Indonesia dan bank sentral Taiwan diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tidak berubah minggu ini, risalah pertemuan kebijakan bulan Mei oleh Bank of Korea menunjukkan mayoritas dewan lebih memilih untuk mengekang kembali stimulus.
Aliran ke obligasi Asia, didorong baru-baru ini oleh imbal hasil Treasury AS yang lebih rendah dan greenback yang lebih lemah, juga dapat ditekan oleh kurva suku bunga AS yang curam dari pengurangan Fed.
“Suku bunga/obligasi negara-negara yang mengalami defisit transaksi berjalan, relatif lebih bergantung pada pendanaan eksternal, kepemilikan obligasi asing yang lebih tinggi dan masih bergantung pada pembelian obligasi bank sentral dapat melihat tekanan yang relatif lebih besar,” tulis ahli strategi DBS Singapura.
Kontan
Disclaimer:
Pandangan dalam artikel ini hanya mewakili pandangan pribadi penulis dan bukan merupakan saran investasi untuk platform ini. Platform ini tidak menjamin keakuratan, kelengkapan dan ketepatan waktu informasi artikel, juga tidak bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh penggunaan atau kepercayaan informasi artikel.
Dolar AS sedikit menguat pada akhir perdagangan Selasa (26/10), setelah bergerak di kisaran sempit karena pasar menunggu berita dari pertemuan bank sentral mendatang yang mungkin memicu volatilitas. Setelah sebuah laporan menunjukkan bahwa konsumen AS lebih percaya tentang ekonomi daripada yang diperkirakan, indeks dolar naik moderat 0,1 persen pada 93,9280 pada pukul 15.30 waktu setempat (19.03 GMT).
Setelah sempat turun tajam dari ketinggian di $1,800 ke $1,774 pada minggu sebelumnya, pada minggu lalu harga emas berhasil naik kembali ke $1,792 oleh karena meningkatnya kekuatiran akan inflasi yang problematik dan melemahnya dollar AS ditambah dengan postur tehnikal grafik yang baik. Namun emas sulit untuk menembus $1,800 kecuali yields obligasi AS terus turun.
Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November 2021 naik 16 sen, atau sekitar 0,19 persen, menjadi US$82,44 per barel di New York Mercantile Exchange pada Senin (18/10/2021).
Memulai minggu lalu, harga emas bertahan di $1,759 dan pada hari Kamis mengalami keuntungan yang mengesankan dengan harga emas naik ke $1,801 antara lain karena melemahnya dollar AS. Namun mengakhiri minggu lalu harga emas turun tajam pada hari Jumat sebanyak $32 ke $1,767.