简体中文
繁體中文
English
Pусский
日本語
ภาษาไทย
Tiếng Việt
Bahasa Indonesia
Español
हिन्दी
Filippiiniläinen
Français
Deutsch
Português
Türkçe
한국어
العربية
Ikhtisar:Bank sentral China, yaitu The People's Bank of China (PBOC) mengguyur uang ratusan triliun yuan ke sistem keuangan China. Hal ini dilakukan untuk menekan kekhawatiran pelaku pasar terhadap krisis perusahaan properti raksasa China, Evergrande Group. Diberitakan Bloomberg, Rabu (22/9/2021), PBOC menyuntikkan 120 miliar yuan (US$ 18,6 miliar) atau Rp 264 trilun lebih ke sistem perbankan lewat reverse repurchase agreements. Secara net, suntikan yang diberikan PBOC mencapai 90 miliar yuan.
Bank sentral China, yaitu The People's Bank of China (PBOC) mengguyur uang ratusan triliun yuan ke sistem keuangan China. Hal ini dilakukan untuk menekan kekhawatiran pelaku pasar terhadap krisis perusahaan properti raksasa China, Evergrande Group.
Diberitakan Bloomberg, Rabu (22/9/2021), PBOC menyuntikkan 120 miliar yuan (US$ 18,6 miliar) atau Rp 264 trilun lebih ke sistem perbankan lewat reverse repurchase agreements. Secara net, suntikan yang diberikan PBOC mencapai 90 miliar yuan.
Aksi ini membuat sentimen menjadi positif, apalagi unit bisnis properti Evergrande juga berencana membayar bunga utang yang jatuh tempo Kamis ini.
“Injeksi dari PBOC mungkin bertujuan untuk meredakan kekhawatiran di pasar akibat Evergrande. Namun di samping itu ada juga kebutuhan untuk mencegah dampak ke ekonomi dan sektor lain,” ujar Analis dari DBS Bank Singapura, Eugene Leow.
China memang membuat pasar menjadi tenang, karena hampir seluruh pasar saham dunia mengalami kejatuhan akibat kekhawatiran krisis utang Evergrande. Bahkan bursa saham Wall Street di Amerika Serikat (AS) juga sempat jatuh karena sentimen Evergrande, meski sejumlah analis menyatakan krisis ini tidak sama seperti kejatuhan Lehman Brothers.
Unit usaha properti Evergrande disebut akan melakukan negosiasi kepada pemegang obligasi, soal rencana pembayaran bunga yang jatuh tempo 23 September 2021 besok.
Ketidakpastian sempat berkembang di pelaku pasar, tentang bagaimana Evergrande menyelesaikan masalah keuangannya, dengan utang yang jumlahnya mencapai US$ 300 miliar atau lebih dari Rp 4.200 triliun. Apalagi pemerintah China belum memberikan pernyataan yang menjamin penyelesaian masalah Evergrande.
Tak hanya itu, masalah perlambatan ekonomi China juga menambah kecemasan di kalangan investor. Sejumlah analis dari bank-bank besar seperti Citigroup, Barclays, dan UBS Group, menyatakan krisis Evergrande tidak akan seperti keruntuhan Lehman Brothers.
“Saat ini pasar mengharapkan, pemerintah China membuat rencana untuk membantu restrukturisasi perusahaan dan pembiayaan akan kembali lancar. Intinya adalah, China tidak akan membiarkan masalah Evergrande berubah menjadi krisis keuangan atau membiarkan masalah ini memicu risiko sistemik apapun,” ujar Kepala Ekonomi Standard Chartered Plc di Hong Kong, Ding Shuang.
Disclaimer:
Pandangan dalam artikel ini hanya mewakili pandangan pribadi penulis dan bukan merupakan saran investasi untuk platform ini. Platform ini tidak menjamin keakuratan, kelengkapan dan ketepatan waktu informasi artikel, juga tidak bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh penggunaan atau kepercayaan informasi artikel.
Pasar mencermati hasil NFP akhir pekan yang melebihi estimasi dan sikap dovish beberapa bank sentral global. Data angka inflasi, termasuk rilis inflasi (CPI) AS pada minggu mendatang, menjadi fokus untuk prediksi pengetatan moneter nantinya.
Investor terus memantau pelaksanaan risalah pertemuan FOMC dengan the Fed mungkin akan mulai melakukan tapering pada bulan ini. Pergerakan yields obligasi Treasury AS terus dicermati, yang terkoreksi dari uptrend 7 minggunya. Tingginya harga minyak mentah WTI berdampak kepada kekhawatiran pasar akan terjadinya stagflasi, ini terus dimonitor investor.
Musim pendapatan kuartal II dimulai minggu ini dari laporan JPMorgan Chase (NYSE:JPM) dan bank-bank besar lainnya. Tingkat inflasi AS akan diawasi dengan ketat sementara Federal Reserve akan menerbitkan risalah pertemuan kebijakan September, di mana para pejabat mengatakan akan mulai mengurangi stimulus pada akhir tahun ini. Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia akan memulai pertemuan tahunannya pada hari Senin, tetapi kontroversi mengenai kepala IMF Kristalina Georgieva telah membayangi proses tersebut. Di Inggris, rilis data akan memusatkan perhatian pada kesehatan ekonomi di tengah meningkatnya ekspektasi untuk kenaikan suku bunga lantaran tekanan inflasi terus meningkat. Inilah yang perlu Anda ketahui untuk memulai minggu Anda.
Pengurangan stimulus atau tapering yang dilakukan Bank Sentral Amerika The Federal Reserve atau The Fed diprediksi tidak akan memberi dampak signifikan terhadap ekonomi Indonesia dibanding sebelumnya.