简体中文
繁體中文
English
Pусский
日本語
ภาษาไทย
Tiếng Việt
Bahasa Indonesia
Español
हिन्दी
Filippiiniläinen
Français
Deutsch
Português
Türkçe
한국어
العربية
Ikhtisar:Artikel ini membahas tentang kasus kerugian yang dialami oleh 15 investor Indonesia yang berinvestasi melalui broker TD Ameritrade, dengan total kerugian mencapai 8 miliar rupiah. Seperti apa kronologisnya dan penanganan dari kasus ini? Selengkapnya silakan dibaca disini
Kasus broker bodong adalah penipuan yang dilakukan oleh pihak yang mengaku sebagai broker forex atau pialang saham resmi, namun sebenarnya tidak memiliki izin atau regulasi yang sah dari otoritas keuangan yang berwenang. Broker ini biasanya menawarkan investasi dengan janji keuntungan besar dalam waktu singkat, tetapi begitu korban menyerahkan dana, broker tersebut menghilang tanpa memberikan akses atau mengembalikan dana yang telah diinvestasikan.
Penipuan ini sering dilakukan secara online, membuatnya lebih sulit dilacak dan memberatkan korban untuk mendapatkan keadilan.
Ciri-ciri Broker Bodong:
1. Tidak Teregulasi: Tidak memiliki lisensi dari otoritas keuangan seperti Bappebti, FCA, atau ASIC.
2. Janji Keuntungan Tinggi: Menjanjikan keuntungan besar dengan risiko minimal, yang tidak realistis dalam dunia investasi.
3. Sulit Dihubungi: Setelah dana disetor, broker bodong sering kali sulit dihubungi, bahkan menghilang.
4. Platform Tidak Transparan: Tidak ada transparansi mengenai operasional, biaya, atau kondisi pasar yang sebenarnya.
Dampak Penipuan:
• Kerugian Finansial: Korban bisa kehilangan seluruh dana yang diinvestasikan.
• Kerugian Emosional: Selain kerugian finansial, korban juga sering kali mengalami tekanan emosional karena kehilangan kepercayaan dan rasa aman dalam berinvestasi.
Kasus broker bodong kerap kali terjadi di berbagai negara, dan mengingat skala penipuan ini biasanya dilakukan secara online, regulasi yang lebih ketat dan edukasi kepada masyarakat sangat diperlukan untuk mencegah lebih banyak korban.
Kasus penipuan dengan modus pialang perdagangan berjangka kembali mencuat, kali ini terkait dengan Ameritrade. Banyak korban yang mengalami kerugian hingga miliaran rupiah, membuat kasus ini menjadi sorotan publik.
Kasus penipuan ini bermula ketika korban diajak untuk berinvestasi dengan janji keuntungan besar dan jaminan keamanan dana. Salah satu korban, Indra Justian, mengungkapkan bahwa ia kehilangan sekitar Rp 1,8 miliar dalam waktu hanya dua minggu. Ameritrade yang disebut sebagai perusahaan pialang resmi, memberikan klaim bahwa dana bisa dicairkan dalam 24 jam dan kerugian dari transaksi tak akan melebihi 5%.
Namun, realitasnya sangat berbeda. Korban harus mentransfer dana terlebih dahulu sebelum memahami risiko yang terlibat, dan ternyata, banyak dari tenaga pemasar yang menangani transaksi tidak memiliki lisensi resmi. Alhasil, para korban mendapati dana mereka hilang setelah proses registrasi dan perdagangan dimulai. Penipuan ini tak hanya terjadi pada satu orang, melainkan melibatkan setidaknya 15 korban dengan total kerugian mencapai Rp 8 miliar
Setelah beberapa kali melaporkan kasus ini ke Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), korban merasa tidak mendapat tindakan yang berarti. Ombudsman pun menyoroti kinerja Bappebti dan Kementerian Perdagangan yang dianggap tidak efektif dalam menangani pengaduan masyarakat terkait kasus ini. Ombudsman bahkan menyebut adanya indikasi maladministrasi dalam proses pengawasan pialang berjangka.
Berdasarkan informasi dari Alfons Tanujaya selaku pakar siber, broker Ameritrade memang dulunya merupakan pialang yang berasal dari Amerika Serikat. Namun, saat ini broker Ameritrade sudah dilebur menjadi perusahaan lain sehingga entitasnya sudah tidak ada. Dan, saat ini Ameritrade yang kini
ramai diperbincangkan merupakan oknum yang memalsukan identitas Ameritrade.
Kritik tajam diarahkan kepada BAPPEBTI karena dianggap lebih melindungi perusahaan pialang daripada korban. Ketua Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, bahkan menyebutkan bahwa Bappebti tidak layak memimpin sektor ini jika terus menerus lalai dalam menjalankan tugas pengawasan publik. Sanksi administratif yang diberikan dinilai tidak cukup untuk memberikan keadilan bagi korban, apalagi pengembalian dana masih belum jelas sampai saat ini.
TD Ameritrade yang dulunya dikenal sebagai broker ternama di Amerika Serikat kini tidak lagi beroperasi secara mandiri. Pada tahun 2020, Charles Schwab mengakuisisi TD Ameritrade, dan seluruh layanan serta platform trading mereka, seperti thinkorswim, telah terintegrasi ke dalam ekosistem Charles Schwab. Jadi, TD Ameritrade sekarang merupakan bagian dari Charles Schwab dan tidak lagi beroperasi dengan nama aslinya.
Namun, belakangan ini ada laporan terkait platform penipuan yang menggunakan nama Ameritrade di Indonesia dan beberapa negara lain. Platform penipuan ini memanfaatkan reputasi baik TD Ameritrade untuk menarik korban dengan menawarkan investasi palsu. Hal ini membuat banyak orang tertipu dan mengalami kerugian finansial yang signifikan.
Para ahli keamanan siber telah mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dan selalu memverifikasi keaslian broker yang digunakan. Broker-broker palsu sering kali tidak memiliki lisensi resmi atau informasi kontak yang dapat diverifikasi, sehingga menjadi sinyal peringatan bagi investor. Mengingat TD Ameritrade telah sepenuhnya berintegrasi dengan Charles Schwab, para calon investor disarankan untuk mengecek situs resmi Charles Schwab guna memastikan keaslian layanan yang digunakan.
Penting untuk selalu memastikan bahwa Anda berinvestasi melalui platform yang benar-benar teregulasi dan diakui oleh otoritas keuangan setempat.
Disclaimer:
Pandangan dalam artikel ini hanya mewakili pandangan pribadi penulis dan bukan merupakan saran investasi untuk platform ini. Platform ini tidak menjamin keakuratan, kelengkapan dan ketepatan waktu informasi artikel, juga tidak bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh penggunaan atau kepercayaan informasi artikel.
Octa Markets Cyprus Ltd, broker internasional yang beroperasi sejak 2011, menerima penghargaan 'Broker Ramah Islam Terbaik Indonesia 2024' dari Finance Derivative atas komitmennya yang luar biasa dalam menyediakan layanan perdagangan sesuai Syariah di pasar Indonesia.
Berdasarkan pantauan terkini, telah teridentifikasi beberapa platform broker forex yang saat ini telah berubah statusnya menjadi ilegal. Hal ini lantaran aspek otorisasi/regulasi/lisensi telah dicabut oleh lembaga berwenang yang dieksekusi pada akhir November 2024.
VPR Safe Financial Group selaku operator broker forex Alvexo diwajibkan membayar denda sebesar 50.000 Euro atau setara lebih dari Rp 830 Juta akibat pelanggaran serius yang dilakukan terkait dengan Pembatasan Pemasaran, Distribusi dan Penjualan Kontrak untuk Perbedaan (CFD) kepada Klien Ritel.
Semakin bertambah ancaman kejahatan online di dunia perdagangan instrumen keuangan online. Terdeteksi adanya lima broker forex kategori penipu baru yang telah memakan korban. Muncul pula upaya improvisasi kriminal daring dengan modus platform duplikasi regulator per akhir November 2024.
FP Markets
FBS
FOREX.com
Pepperstone
Tickmill
GO MARKETS
FP Markets
FBS
FOREX.com
Pepperstone
Tickmill
GO MARKETS
FP Markets
FBS
FOREX.com
Pepperstone
Tickmill
GO MARKETS
FP Markets
FBS
FOREX.com
Pepperstone
Tickmill
GO MARKETS