简体中文
繁體中文
English
Pусский
日本語
ภาษาไทย
Tiếng Việt
Bahasa Indonesia
Español
हिन्दी
Filippiiniläinen
Français
Deutsch
Português
Türkçe
한국어
العربية
Ikhtisar:Awas Kena April Fools!
1. Dear Investor Se-Indonesia Raya, Awas Kena April Fools!
Pasar keuangan Tanah Air ditutup variatif pada hari terakhir perdagangan untuk kuartal pertama tahun 2022. Meski demikian, kabar baik datang dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ditutup menguat 0,26% ke level 7.071,44 pada perdagangan Kamis (31/3/2022) kemarin.
IHSG sukses menorehkan capaian yang ciamik di sepanjang kuartal I tahun 2022. Hal ini terbukti dari IHSG yang kembali menyundul level all time high penutupan barunya
Dengan kinerjanya tersebut, IHSG resmi memberikan return sebesar 7,44% sejak awal tahun.
Kinerja solid harga saham-saham domestik juga ditopang oleh adanya inflow dana asing. Untuk kemarin saja asing net buy jumbo sebesar Rp 1,14 triliun di pasar reguler.
Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) menjadi yang paling banyak diborong asing dengan net buy Rp 319 miliar dan Rp 241 miliar. Sedangkan saham PT Surya Esa Perkasa Tbk ESSA dan PT Bukalapak.com (BUKA) menjadi yang paling banyak dilepas asing dengan net sell masing-masing senilai Rp 53 miliar dan Rp 51 miliar.
Mayoritas bursa saham Asia bergerak di zona merah kemarin. Hanya IHSG saja yang sukses bertahan di zona hijau.
Pasar memantau perkembangan di Amerika Serikat (AS) dan konflik Ukraina. Rusia mengklaim menurunkan jumlah pasukan militer di beberapa lokasi di Ukraina. Sementara negosiasi damai masih berlangsung.
Perhatian pelaku pasar juga tertuju pada obligasi AS kemarin, di mana imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 5 tahun dan 30 tahun menunjukkan kurva yang terbalik (inversi) untuk pertama kali sejak 2016. Jika melihat secara historis, inversi ini menunjukkan adanya potensi resesi.
Namun, mayoritas investor mengabaikan hal tersebut. Kemarin, acuan utama yield obligasi tenor 2 tahun dan 10 tahun masih positif.
Sementara itu, mata uang RI ditutup melemah pada perdagangan kemarin. Rupiah sejatinya mengawali perdagangan dengan menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS). Tetapi sayangnya momentum tersebut gagal dipertahankan, dan justru berbalik melemah.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,1% ke Rp 14.325/US$. Sayangnya dalam waktu singkat, rupiah langsung memangkas penguatannya bahkan berbalik melemah dan terus tertahan di zona merah.
Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp level 14.368/US$ atau melemah 0,2%. Pergerakan rupiah tersebut sejalan dengan kurs non-deliverable forward (NDF) yang pagi ini posisinya lebih lemah sore ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
Sentimen pelaku pasar yang menjadi kurang bagus lagi setelah mendapat kabar kurang sedap dari China membuat rupiah tertekan. Setelah sebelumnya melakukan lockdown di beberapa wilayah, sektor manufakturnya kini mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam 5 bulan terakhir.
Data dari pemerintah China pagi ini menunjukkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur bulan Maret sebesar 49,5, turun dari bulan sebelumnya 50,2 dan lebih rendah dari prediksi ekonomi sebesar 49,7.
PMI manufaktur menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi sementara di atas 50 artinya ekspansi.
Terakhir dari pasar obligasi, Surat Berharga Negara (SBN) ditutup bervariasi pada perdagangan kemarin, di mana sikap investor cenderung beragam menanggapi sentimen pasar global.
Di SBN bertenor 1, 3, 10, dan 30 tahun, investor memburunya ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield) dan kenaikan harga. Sebaliknya, SBN berjatuh tempo 5, 15, 20, dan 25 tahun cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield dan melemahnya harga.
Sementara itu, yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara kembali melemah 0,2 bp ke level 6,749%.
2. Wallstreet Cetak Kinerja Q1 Terburuk Sejak Pandemi
Pasar saham AS dan harga minyak dunia turun pada hari Kamis (31/2) kemarin setelah Presiden Biden mengumumkan rencana pelepasan cadangan minyak dalam jumlah besar untuk menahan kenaikan harga energi dan inflasi.
Tiga indeks utama Wall Street kompak ditutup memerah. S&P 500 turun 1,57%, menjadi 4.530,41. Indeks Komposit Nasdaq terkoreksi 1,54%, menjadi 14220,52. Dow Jones Industrial Average melemah 1,56%, menjadi 34.678,35.
Pelemahan pada hari terakhir perdagangan untuk kuartal pertama mungkin juga ikut disebabkan oleh manajer investasi yang mengubah portofolio mereka untuk akhir periode.
Untuk kuartal pertama tahun ini, DJIA dan S&P 500 masing-masing terkoreksi 4,6% dan 4,9%, sedangkan Nasdaq melemah hingga 9%. Untuk rata-rata tiga indeks utama, ini adalah periode terburuk sejak kuartal pertama 2020, yang merupakan awal pandemi Covid, di mana kala itu S&P 500 jatuh 20%.
Beberapa faktor utama penyebab kinerja negatif Wall Street termasuk siklus kenaikan suku bunga dari Federal Reserve, inflasi yang tinggi dan invasi Rusia ke Ukraina.
Meski secara kuartalan masih tertekan, kinerja untuk bulan Maret tercatat positif akibat reli dua minggu terakhir. S&P 500 dan Nasdaq naik lebih dari 3% di bulan Maret, sementara Dow naik 2,2%.
Presiden Biden diperkirakan akan memanfaatkan hingga 180 juta barel cadangan minyak pemerintah selama enam bulan ke depan untuk mengatasi kenaikan harga energi setelah invasi Rusia ke Ukraina, berdasarkan pernyataan dari Gedung Putih Kamis kemarin.
Itu akan menjadi rilis terbesar dari stok minyak strategis dalam sejarah, menurut RBC Capital Markets. Akibat rencana kebijakan ini, patokan global minyak mentah Brent untuk pengiriman Mei turun 4,9% menjadi US$ 107,91 per barel.
AS dan sekutunya telah berusaha menurunkan harga minyak dengan menggunakan cadangan strategis sebelumnya, tetapi efeknya biasanya berumur pendek. Anggota Badan Energi Internasional setuju untuk melepaskan 60 juta barel pada 1 Maret, tetapi minyak mentah Brent naik lebih dari 7% hari itu.
Belanja konsumen AS naik 0,2% pada Februari, sebagian didorong oleh harga yang lebih tinggi tetapi berada di bawah perkiraan. Klaim pengangguran, proxy untuk PHK, mencapai 202.000. Itu adalah peningkatan moderat dari minggu sebelumnya, yang mencapai level terendah sejak 1969, tetapi masih sesuai dengan ekspektasi ekonom di tengah pasar tenaga kerja yang ketat. Pedagang akan fokus pada laporan pekerjaan bulanan yang akan dirilis hari ini.
Di Eropa, Stoxx Europe 600 pan-continental turun tipis 0,9% dan juga mencatat kinerja kuartal terburuknya sejak awal 2020.
3. Sentimen Pasar
Ada beberapa hal yang wajib diperhatikan oleh para investor, baik itu isu dari luar dan dalam negeri.
Pertama adalah data ekonomi terkait aktivitas manufaktur, baik itu di dalam negeri atau antara mitra dagang RI. Bulan lalu purchasing managers' indeks (PMI) Manufaktur Indonesia berada di angka 51,2, sedangkan untuk bulan Maret ini diperkirakan akan melambat, tetapi masih tetap ekspansif.
PMI manufaktur menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi sementara di atas 50 artinya ekspansi.
Mitra dagang utama lain yang akan merilis PMI manufakturnya hari ini termasuk Jepang, Korea Selatan, kawasan euro dan Amerika Serikat. Konsensus pasar mencatat, aktivitas manufaktur di negara tersebut masih tetap ekspansi pada bulan Maret.
Sementara itu, PMI manufaktur China bulan Maret tercatat sebesar 49,5, turun dari bulan sebelumnya 50,2 dan lebih rendah dari prediksi ekonomi sebesar 49,7.
Kontraksi sektor manufaktur China bisa menjadi kabar buruk bagi perekonomian global. Sebab sebagai negara dengan nilai perekonomian dunia dan konsumen komoditas terbesar, kontraksi tersebut tentunya menurunkan permintaan dari negara lain, termasuk Indonesia.
Selanjutnya investor juga perlu mengamati data inflasi, khususnya dari dalam negeri. BPS dijadwalkan akan merilis data tersebut pagi ini.
Konsensus pasar yang dihimpun juga menunjukkan adanya kenaikan inflasi secara tahunan (year on year/YoY) secara signifikan. Pada Maret, inflasi secara tahunan diperkirakan menembus 2,6%, atau yang tertinggi sejak April 2020 (2,67%). Adapun pemerintah menjaga target inflasi di rentang 2-4%
Secara historis, inflasi pada Maret biasanya sangat rendah karena ada musim panen raya. Namun, pengecualian sepertinya akan terjadi pada tahun ini. Datangnya bulan Ramadhan di April, perang Rusia-Ukraina, kebijakan pemerintah terkait minyak goreng membuat inflasi Maret tahun ini diperkirakan melonjak.
Selanjutnya, inflasi juga diperkirakan bakal kembali meningkat di kuartal II-2022. Beberapa analis dan ekonom memperkirakan inflasi saat puasa tahun ini bisa tembus ke atas 3% bahkan 4%. Pemicunya adalah kenaikan harga minyak goreng, BBM serta kenaikan PPN dari 10% menjadi 11%.
Awal Hari di bulan April ini BBM jenis Pertamax harganya resmi mengalami kenaikan 38,88% menjadi Rp 12.500 akibat melonjaknya harga minyak dunia beberapa waktu terakhir.
Selanjutnya terdapat beberapa isu global yang patut disimak. Pertama tentu saja terkait perang Ukraina-Rusia serta implikasinya bagi sektor ekonomi dan bisnis global. Hingga saat ini, perang yang sempat membebani pasar keuangan dunia tersebut mulai memasuki babak baru, dengan Rusia dan Ukraina telah merundingkan upaya deeskalasi konflik.
Meski demikian, pasukan Rusia dan Ukraina masih bertempur pada hari Rabu di Kyiv, di mana bunyi gedebuk dan ledakan disebut terdengar hingga ke pusat kota.
Perang tersebut kini telah memakan korban baru, yakni negara dengan ekonomi terbesar di Eropa. Jerman telah mengeluarkan peringatan dini bahwa mereka akan segera menghadapi darurat gas alam karena ekonomi akibat risiko gangguan pasokan penuh dari Rusia.
Kremlin telah berulang kali menuntut agar negara-negara yang 'tidak ramah' harus membayar dalam rubel untuk membeli gas. Namun negara G-7 - termasuk Jerman -menolak permintaan itu, karena sebagian besar negara saat ini membayar gas Rusia dalam euro atau dolar.
Ketergantungan Jerman pada energi Rusia juga ditakutkan dapat mendorong ekonominya ke dalam resesi, ungkap laporan dari lembaga think tank ekonomi independen German Council of Economic Experts.
Hal buruk lainnya yang sedang terjadi di Jerman adalah tingkat inflasi harga konsumen yang pada pembacaan awal diperkirakan naik menjadi 7,3% pada Maret 2022, terbesar sejak 1981 dan jauh di atas ekspektasi pasar di angka 6,3%.
Selanjutnya investor juga perlu memperhatikan volatilitas harga komoditas, yang kian hari semakin sulit diprediksi. Lockdown di China dan prospek damai antara Rusia dan Ukraina masih menjadi penggerak utama naik-turunnya komoditas penting, termasuk minyak mentah, logam tambang, batu bara, minyak nabati hingga biji-bijian.
Harga minyak mentah dunia ambles nyaris 5% pada perdagangan kemarin, setelah Gedung Putih mengumumkan akan melepas 1 juta barel minyak per hari selama enam bulan ke depan dari Strategic Petroleum Reserve.
Sentimen tambahan juga datang dari negeri Paman Sam, investor hingga ekonom menyimak secara seksama pergerakan imbal hasil surat utang negara. Inversi yield obligasi Amerika Serikat yang terjadi memicu kecemasan akan potensi kembali munculnya resesi.
Riset dari The Fed San Francisco yang dirilis 2018 lalu mengungkapkan bahwa sejak tahun 1955, ketika inversi yield terjadi maka akan diikuti akan dengan resesi dalam tempo 6 sampai 24 bulan setelahnya. Sepanjang periode tersebut, hanya sekali saja inversi yoeld tidak memicu resesi (false signal).
Imbal hasil Treasury 2-tahun dan 10-tahun mengalami inversi untuk pertama kalinya sejak 2019 pada hari Kamis, mengirimkan sinyal peringatan bahwa kemungkinan resesi di AS bisa saja sudah di depan mata.
Imbal hasil pada Treasury 10-tahun turun menjadi 2,331%, sedangkan hasil pada Treasury 2-tahun berada di 2,337% pada satu titik di akhir perdagangan Kamis kemarin. Setelah inversi singkat, kedua imbal diperdagangkan dengan yield yang sama di level 2,34%.
Bagian dari kurva imbal hasil tersebut adalah yang paling diawasi dengan ketat dan biasanya memberikan kepercayaan paling besar kepada investor bahwa ekonomi bisa menuju penurunan ketika inversi atas dua surat utang tersebut terjadi.
Meski begitu, mayoritas ekonom percaya bahwa kurva harus tetap terbalik untuk waktu yang cukup lama sebelum memberikan sinyal yang valid.
Inversi yoeld Treasury terjadi karena Imbal hasil utang pemerintah AS jangka pendek meningkat secara cepat tahun ini, mencerminkan ekspektasi serangkaian kenaikan suku bunga oleh The Fed, dengan imbal hasil obligasi pemerintah dengan jangka waktu lebih panjang bergerak lebih lambat di tengah kekhawatiran pengetatan kebijakan dapat membebani ekonomi. .
Baru-baru ini pimpinan tertinggi The Fed telah menyebut bahwa kedepannya mereka dapat saja menaikkan suku bunga secara agresif hingga 50 bps bila benar-benar diperlukan.
4. Rilis Data Ekonomi, Aksi Korporasi Dan Indikator Ekonomi Nasional
Berikut beberapa data ekonomi yang telah dirilis pada Jumat 1 April 2022 lalu:
Data PMI Manufaktur Indonesia Maret (07.30)
Data PMI Manufaktur Jepang Maret (07.30)
Data PMI Manufaktur Korea Maret (07.30)
Data Caixin PMI Manufaktur China Maret (08.45)
Data Inflasi Indonesia Maret (11.00 WIB)
Data PMI Manufaktur Rusia Maret (13.00)
Data PMI Manufaktur kawasan euro Maret (15.00)
Data PMI Manufaktur Inggris Maret (15.30)
Data Inflasi kawasan euro Maret (16.00)
Data Non Farm Payroll AS Maret (19.30)
Data PMI Manufaktur AS Maret (21.00)
Pada hari itu setidaknya terdapat empat agenda korporasi yakni:
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Esta Multi Usaha Tbk (ESTA)
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Sentul City Tbk (BKSL)
Cum date dividen tunai PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk (WOMF)
Cum date dividen tunai PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG)
Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:
Disclaimer:
Pandangan dalam artikel ini hanya mewakili pandangan pribadi penulis dan bukan merupakan saran investasi untuk platform ini. Platform ini tidak menjamin keakuratan, kelengkapan dan ketepatan waktu informasi artikel, juga tidak bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh penggunaan atau kepercayaan informasi artikel.
Pengadilan telah menemukan bahwa penerbit kontrak untuk perbedaan (CFD) yang kolaps, Union Standard International Group Pty Ltd (USG) dan dua mantan perwakilan korporat yang berwenang, BrightAU Capital Pty Ltd (berdagang sebagai TradeFred) dan Maxi EFX Global AU Pty Ltd (berdagang sebagai EuropeFX), terlibat dalam perilaku tidak adil sistemik serta serangkaian pelanggaran hukum lainnya antara tahun 2018 dan 2020.
Perusahaan broker online tastytrade, Inc hari ini mengumumkan bahwa mereka kini memiliki integrasi perdagangan langsung dengan platform TradingView. Pelanggan dengan akun tastytrade sekarang dapat terhubung dengan mudah ke TradingView untuk meningkatkan pengalaman trading mereka dengan alat grafik dan analitis terbaik di kelasnya.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh regulator yurisdiksi Spanyol, CNMV maka terbitlah daftar hitam terbaru yang berisikan data nama platform broker ilegal berbahaya yang perlu dihindari oleh para trader atau investor di sektor instrumen keuangan online.
AxiCorp Financial Services Pty Ltd (AxiTrader Limited) telah meluncurkan program luar biasa dalam ruang lingkup sektor trading forex online. Dinamakan Axi Select sebagai program untuk penyediaan pendanaan hingga $1 juta USD dan memungkinkan para trader mempertahankan 90% keuntungan.